SENTOSA88 - Pada masa jaman penjajahan di Kalimantan serdadu Belanda bersenjatakan senapan dengan teknologi mutakhir pada masanya, sementara prajurit Dayak umumnya hanya mengandalkan sumpit dan mandau. Tetapi faktanya, serdadu Belanda ternyata jauh lebih takut terkena anak sumpit ketimbang prajurit Dayak diterjang peluru. Kalau peluru masih bisa dikeluarkan dari tubuh, sedangkan sumpit pasukan dayak itu sangat beracun.
"Makanya, tak heran penjajah Belanda bilang, menghadapi prajurit Dayak itu seperti melawan hantu," tutur Pembina Komunitas Tarantang Petak Belanga, Chendana Putra, di Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
Baik hewan maupun manusia, setelah tertancap anak sumpit hanya bisa berlari sambil terkencing-kencing. Bukan sekadar istilah, dampak itu memang nyata secara harfiah.
Orang
atau binatang yang kena anak sumpit, biasanya kejang-kejang sambil
mengeluarkan kotoran atau air seni sebelum tewas.
Tanpa
tahu keberadaan lawannya, tiba-tiba saja satu per satu serdadu Belanda
mati satu persatu membuat musuh yang masih hidup lari terbirit-birit.
Tidak
sampai lima menit setelah tertancap anak sumpit pada bagian tubuh mana
pun, para serdadu Belanda yang awalnya kejang-kajang akan tewas. Bahkan,
bisa jadi dalam hitungan detik mereka sudah tak bernyawa. Sementara,
jika prajurit Dayak tertembak dan bukan pada bagian yang penting, peluru
tinggal dikeluarkan. Setelah dirawat beberapa minggu, mereka pun siap
berperang kembali.
Penguasaan
medan yang dimiliki prajurit Dayak sebagai warga setempat tentu amat
mendukung pergerakan mereka di hutan rimba.Karena itu, pengaruh
penjajahan Belanda di Kalimantan umumnya umumnya hanya terkonsentrasi di
kota-kota besar tapi tak menyentuh hingga pedalaman.