SENTOSA88 - Kisah kali ini berawal pada tanggal 4 Agustus 1951, fajar belum lagi menyingsing. Laut bergemuruh oleh derai ombak yang menghantam karang di kawasan pesisir Puys, Prancis. Subuh yang tenang dan damai dan ombak Seolah-olah berebut untuk menyambut datangnya mentari pagi. Namun hari itu berubah menjadi pengalaman menakutkan bagi dua turis perempuan asal Inggris yang sedang berlibur di Puys.
Puys,
sebuah desa tepi pantai dekat pelabuhan Dieppe di Normandy, Prancis
menjadi lokasi wisata alternatif dengan pemandangan pantai bening, dan
tebing karang. Romantis untuk sebagian orang yang suka laut. Hal ini
yang mendorong dua turis perempuan itu memilih Puys sebagai tempat
liburan musim gugur.
Namun pengalaman liburan itu menjadi kenangan tak terlupakan bagi mereka.
ketika pada
subuh hari itu, kedua turis perempuan itu terbangun oleh gaduhnya suara
tembakan gencar. Suara itu semakin menguat dengan rentetan tembakan yang
semakin gencar disusul jeritan dan tangisan yang sangat kacau, lalu
tidak berapa lama kemudian terdengar dengung sejumlah pesawat pembom,
disusul dengan ledakan-ledakan bom, tembakan mortir dan tembakan alat
berat lainnya dari segala arah, belum lagi rasa kaget hilang terdengar
lagi teriakan-teriakan yang menyayat hati… Keduanya kaget bukan
kepalang.
Apa yang sedang terjadi? Kenapa semua menjadi kacau begini?, itu yang ada dipikiran mereka berdua dalam suasana kebingungan.Mereka kini seolah berada di tengah kancah pertempuran hebat.Suara
demi suara pertempuran itu tetap menggema dan terdengar jelas oleh
mereka. Namun mereka tak berani bergeming keluar dari kamarnya.
Hanya tiarap
dan bersembunyi ketakutan di sudut kamar. Tubuh menggigil akibat suara
tembakan dan ledakan yang kadang terdengar sangat dekat, atau
suara-suara perintah khas militer dalam bahasa Inggris dan Jerman,
diselingi dengan jeritan kesakitan, dan isak tangis.
Selama
kurang lebih tiga jam mereka mendengar jelas semua suara pertempuran di
luar sana. Sampai akhirnya suara-suara mengerikan itu semakin samar…
samar… dan hilang! Debur gelombang menghantam karang sayup kembali
terdengar. Fajarpun sudah menyingsing.
Setelah
menenangkan diri, keduanya kemudian memberanikan diri keluar kamar.
Dengan takut-takut mereka mengintip keluar jendela. Pemandangan di luar
sana normal. Tak ada bekas pertempuran baru sama sekali.
Hanya ada rumah, karang, pantai, pepohonan… dan suasana keseharian di Puys.
Keduanya
kemudian bertanya-tanya kepada beberapa orang yang berada di dekat sana,
apakah mereka mendengar suara pertempuran barusan? Semua hanya
menggeleng dengan wajah bingung. Tak ada kegaduhan apapun apalagi suara
tembakan dan ledakan bom.
Seorang
penduduk lokal yang agak tua mengatakan tak ada pertempuran baru di
Normandia setelah D-Day "Operation Overlord" (1945) dan “Operation
Jubilee” (1942). Kemudian sang kakek menjelaskan bahwa Pelabuhan Dieppe,
Puys and Pourville merupakan titik pendaratan pasukan gabungan Sekutu
(Inggris, Kanada, AS dan Polandia) dalam Operation Jubille 19 Agustus
1942.
Lantas,
apakah yang sebenarnya sudah terjadi? Kedua turis Inggris itu tetap tak
mengerti. Mereka sangat yakin bahwa apa yang mereka dengar adalah sebuah
pertempuran yang bahkan seolah bisa mereka lihat. Dalam kebingungan,
mereka kemudian membuat laporan ke otoritas setempat mengenai fenomena
tersebut. Mulanya laporan itu diabaikan, namun akhirnya sebuah lembaga
khusus di Inggris tertarik akan hal tersebut.
Detail-detail yang Mencengangkan
British
Society of Psychical Research lah yang kemudian melakukan riset dan
penelitian terhadap fenomena tersebut. Mereka sangat yakin bahwa apa
yang dialami dua turis perempuan Inggris itu adalah bagian dari misteri
alam yang tidak terpecahkan. Namun mereka punya asumsi, kemungkinan
keduanya telah terjebak dalam "kedutan waktu". Suatu fenomena terbukanya
semacam portal energi di suatu tempat yang memungkinkan orang bisa
merasakan apa yang telah terjadi di masa lalu. Tapi Benarkah?
Mungkin saja
benar. Karena penelitian terhadap laporan perempuan itu memang
menunjukkan kesamaan peristiwa dengan kejadian nyata di Puys dalam gelar
Operation Jubilee, yaitu operasi tempur pendaratan Sekutu di Normandia
untuk memukul Jerman yang bercokol di Prancis pada 19 Agustus 1942.
Sekilas mengenai Operation Jubilee
Waktu
menunjukan hampir tengah malam, 18 Agustus 1942. Sejumlah 252 kapal dari
armada serbuan amfibi pasukan Sekutu bertolak dari pelabuhan Inggris.
Iring-iringan yang dikawal beragam kapal perang itu bergerak pasti
menuju pesisir pantai Prancis dengan sasaran kawasan Dieppe yang
dikuasai pasukan NAZI Jerman.
Sebelum fajar 19 Agustus 1942 menyingsing, 6.090 pasukan gabungan Kanada dan Inggris plus Amerika Serikat, Polandia dan pejuang Prancis dan Belanda duduk gelisah di dalam ratusan kapal pendarat masing-masing. Sementara tembakan salvo bombardir laut Sekutu mulai menyalak ganas. Lantas 70 skuadron udara Sekutu (sebagian besar Angkatan Udara Inggris) terlibat sebagai bantuan tembakan dan payung udara dalam serbuan tersebut.
Sebelum fajar 19 Agustus 1942 menyingsing, 6.090 pasukan gabungan Kanada dan Inggris plus Amerika Serikat, Polandia dan pejuang Prancis dan Belanda duduk gelisah di dalam ratusan kapal pendarat masing-masing. Sementara tembakan salvo bombardir laut Sekutu mulai menyalak ganas. Lantas 70 skuadron udara Sekutu (sebagian besar Angkatan Udara Inggris) terlibat sebagai bantuan tembakan dan payung udara dalam serbuan tersebut.
Sekitar 48
skuadron udara Sekutu (sebagian besar dari RAF – Inggris) memancing
skuadron Luftwaffe (AU Jerman) yang melindungi pantai Dieppe dalam
pertempuran terbuka.
Sementara
itu gelombang pertama pasukan pendarat Kanada mulai menyentuh bibir
pantai yang langsung disambut tembakan terarah dari bunker-bunker meriam
pantai Jerman. Sebagian besar karam sebelum mendaratkan pasukan,
sementara yang berhasil mendarat diterjang hujan peluru dari sejumlah
sarang senapan mesin dan tembakan tak henti dari mortir lapangan ke area
pantai yang landai.
Tiga titik
penting sasaran pendaratan pasukan amfibi Sekutu di kawasan Normadia,
yakni Dieppe, Puys dan Pourville, berubah menjadi neraka. Seratusan
lebih personil pendarat pertama langsung disongsong kematian. Gelombang
kedua kemudian segera menggantikannya namun hampir tak mendapat kemajuan
berarti.
Di tiga
front pesisir pantai itu tentara pendarat Sekutu itu menjadi
bulan-bulanan. Sampai hampir tengah hari, serbuan itu dinyatakan gagal
dengan korban luar biasa banyak. Pasukan yang belum sempat mendarat
diperintahkan untuk kembali ke pangkalan, sementara yang tertinggal di
pantai diperintahkan bertahan dan mundur jika memungkinkan. Hasilnya
semua serdadu Kanada dan Sekutu yang tersisa akhirnya terpaksa menyerah
kehabisan amunisi.
Dari,
6.090 personil Sekutu yang disiapkan untuk serbuan pantai itu, sekitar
3.623 menjadi korban yang dipastikan 1.300-an personil tewas di tempat
dan sisanya terluka dan tertawan. Sementara garnisun pertahanan pantai
Jerman yang diperkuat 1.500 personil, hanya 311 yang tewas dan 280
terluka.
Operation
Jubilee yang juga dikenal dalam sejarah sebagai Battle of Dieppe menjadi
catatan kelam serbuan amfibi besar yang dinilai gagal total yang harus
dibayar mahal.
Operasi itu
gagal dan kemudian menjadi bahan pertimbangan penting untuk gelar
operasi tempur berikutnya "Operation Overlord" D-Day 6 Juni 1945 yang
sukses mengalahkan dominasi Jerman di Prancis.
Bukti-bukti
kebenaran akurasi cerita kedua turis itu dibuktikan dengan kros cek
terhadap arsip data rahasia militer yang tidak pernah dipublikasikan.
Hasilnya ada sejumlah besar persamaan persitiwa yang mencengangkan semua
pihak.
Walau pun
kedua perempuan itu mengetahui kisah tentang Operasi Jubilee di Dieppe
dari banyak literatur saat itu, mereka tak akan mendapat detail penting
seperti yang tercantum dalam arsip rahasia militer itu. Namun
kenyataannya mereka dapat memaparkan data-data detail yang hampir persis
sama dengan arsip militer tersebut.