SENTOSA88 - Alkisah, hiduplah seorang peladang di kampung tersebut. Dia biasa dipanggil Opung (kakek) Ketaren. Sebagai seorang peladang, Opung mau membuka hutan yang masih berada tidak jauh dari kawasan perkampungan untuk dijadikan lahan bercocok tanam.
Dalam
perjalanan menuju lokasi tersebut, Opung bertemu dengan sesosok mahkluk
bertubuh kecil dengan kakinya terbalik. Tumitnya menghadap ke depan dan
jari kakinya ke belakang. Orang-orang menyebutnya Umang.
“Mau
kemana?” Umang bertanya pada Opung. Opung menjelaskan bahwa dia mau
membuka hutan untuk berladang padi. Umang pun menawarkan bantuan kepada
Opung, dengan syarat Opung tidak boleh membawa perempuan dan anak kecil
ke ladangnya. Opung menyanggupinya, walaupun dia sendiri punya seorang
istri yang baru saja melahirkan.
Akhir
kata, Umang dan kawan-kawannya membantu Opung membuka hutan. Dalam satu
hari, lahan seluas tiga hektar selesai dibersihkan dan siap untuk
ditanam. Sebelum senja, Opung kembali ke rumahnya. Di rumah, dia
mengatakan kepada istrinya, bahwa lahan untuk ladang sudah selesai
dibuka, dan besok dia akan mulai menanam padi. Dia juga meminta istrinya
untuk menyiapkan benih padi yang akan ditanam besok.
Sang istri
pun heran, bagaimana bisa lahan seluas tiga hektar dapat diselesaikan
suaminya dalam waktu hanya satu hari. Dengan hati bertanya-tanya, dia
tetap menyiapkan benih padi yang akan ditanam.
Keesokan
harinya, Opung sudah berada kembali di ladangnya dengan membawa benih
padi yang akan ditanam. Namun tak disangka, Umang marah padanya karena
dia telah mengingkari janji. Opung sama sekali tidak mengerti kenapa
Umang bisa menuduhnya seperti itu. Padahal dia tidak pernah membawa
perempuan atau anak kecil ke ladangnya. Tiba-tiba
saja, istri dan anak Opung sudah berada di belakangnya. Ternyata, istri
Opung diam-diam mengikutinya karena rasa penasaran yang tak
tertahankan. Perjanjian Opung dengan Umang pun batal. Semuanya berubah
menjadi hutan kembali seperti sedia kala. Mendapati itu, Opung marah
besar. Namun apa daya, nasi sudah jadi bubur.
Besoknya,
Opung kembali membuka hutan tersebut untuk dijadikan ladang padi. Selama
berhari-hari akhirnya Opung pun berhasil membersihkannya. Ketika itulah
ditemukan batu besar yang disebut Gua Kemang. Hingga saat ini, batu
besar tersebut diyakini oleh masyarakat setempat sebagai rumah Umang
yang pernah membantu Opung.
Cerita Mistik Gua Kemang
Batu Kemang Si bolangit Juni. 1906. |
Dulu gua batu ini juga bisa tiba-tiba menghilang, raib entah kemana. Menurut keyakinan masyarakat di sana, hal itu berarti ada Umang yang menempatinya. “Kadang nampak batunya, kadang tidak. Kata orang, kalau umangnya sudah pergi, baru nampak batunya,” ujar Tolen. Seperti dikisahkan Tolen lagi, menurut cerita dari orang-orang tua di sana, terdapat jalan bawah tanah dari Gua Kemang menuju sebuah batu besar lainnya. “Secara magis, ada jalan bawah tanah dari gua batu itu ke Batu Penjemuren, tempat jemuran padi si Umang,” cerita bapak berusia 46 tahun tersebut. Batu Penjemuren sendiri merupakan batu besar dengan bagian atasnya yang datar. Batu ini berada di pinggir Sungai Sembahe, sekitar satu kilometer dari Gua Kemang. Namun jalan bawah tanah tersebut tidak pernah ditemui oleh Tolen.
Gua batu yang ditemukan oleh masyarakat setempat pada zaman penjajahan Belanda ini, pernah hendak diangkat untuk dipindahkan ke Belanda. Tetapi tidak bisa dipindahkan. Tolen sendiri pun tidak tahu kenapa gua batu ini tidak bisa diangkat. Mungkin ada kaitannya juga dengan kekuatan magisnya. Sebagian masyarakat meyakini bahwa hingga saat ini kadang-kadang masih ada yang menghuni gua batu tersebut. “Konon, sekarang masih ada penghuninya,” kata Hendri, pemuda setempat yang menemani saya menuju lokasi Gua Kemang. Kampung Uruk Rambuten yang dianggap sebagai awal Desa Sembahe, sampai saat ini masih dikenali. Namun tak ada lagi penduduk yang menghuni kampung tersebut. Kampung Uruk Rambuten berada di dekat lokasi jatuhnya pesawat Garuda Indonesia pada 26 September 1997 lalu. Menurut Tolen, ada kemungkinan pesawat tersebut jatuh karena tersangkut pohon beringin besar yang tumbuh di tengah-tengah kampung Uruk Rambuten.
Situs Budaya yang Terbengkalai
Gua Kemang berlokasi di Kampung Durintani, Desa Sembahe, Kecamatan
Sibolangit, Kabupaten Deliserdang. Tepatnya berada di lahan perkebunan
seorang penduduk yang juga bermarga Ketaren. Untuk menuju lokasi gua
batu ini, kita dapat berjalan kaki sejauh satu kilometer dari simpang
Durintani, arah kanan dari Medan. Tidak susah menemukan simpang
Durintani. Ada sebuah plang dari semen yang terdapat di simpang
tersebut. “Situs Gua Kemang (Gua Batu), Kantor Wilayah Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sumatera Utara, Proyek Pembinaan
Kebudayaan APBD Tingkat I Sumatera Utara,” itulah yang tertulis di sana.
Ternyata gua batu yang diyakini oleh para arkeolog sebagai peninggalan
manusia pra sejarah ini sudah menjadi salah satu situs budaya milik
pemerintah.Jalan aspal mengawali perjalanan menuju gua batu. Namun separuh jalan setelahnya kita terpaksa melewati jalanan berbatu yang sedikit menanjak. Cukup menguras keringat juga. Apalagi mengingat kondisi tubuh saya yang sudah lama tak pernah berolahraga. Terasa cukup lama juga kami berjalan kaki, mungkin lebih setengah jam. Akhirnya pintu masuk menuju gua batu ini sudah berada di depan mata. Namun sebuah kondisi yang cukup mengiris hati akhirnya menyambut kami. Pagar dan tembok yang menjaga situs budaya ini sudah berlumut. Begitu pun tangga yang akan mengantar kami hingga ke atas, di mana gua batu berada. Ukiran yang tertulis di tembok pagar sudah hampir tak terbaca akibat lumut yang begitu tebal. “Pernah dibangun parkir dan jalannya oleh Kanwil Depdikbud tahun 75-an. Namun tidak berkembang,” ujar Tolen seakan-akan mengerti pertanyaan yang muncul di benak kami.
Kami pun melanjutkan sisa-sisa perjalanan, menempuh puluhan tangga hingga sampai ke lokasi Gua Kemang yang berada di bagian atas kebun. Kondisi gua ternyata tak jauh beda dengan apa yang kami jumpai sebelumnya. Lumut tebal menyelimuti dinding luarnya. Dua relief serupa manusia yang diyakini sebagai bentuk sosok Umang tersebut tak lagi terlihat jelas.“Dulu batu ini besar. Ada batu-batu lain juga di sekitar gua. Batu-batunya seperti meja, kursi, tapi dirusak Belanda. Ada yang dibuang, ada yang dimasuki ke kantong plastik. Tapi tidak tau yang mana yang diambil,” cerita Tolen menjelaskan lagi tentang Gua Kemang yang berada di bawah sebuah pohon rambe, sejenis pohon langsat.
Di bagian depan gua, ada lobang kecil berukuran sekitar 50 x 50 cm dengan pahatan berbentuk segitiga di bagian atasnya. Semacam pintu bagi rumah Umang. Di dalam gua hanya terdapat satu chamber berukuran sekitar 3 x 2 meter dengan tinggi sekitar satu meter. Bagian atas dalam gua mirip dengan atap rumah biasa, mengerucut ke atasnya.
Di sisi kanan dan kiri dalam gua, ada dua undakan, seperti tempat tidur. Sedangkan di sebelah kanan ada ruangan kecil memanjang. “Mungkin dapurnya Umang,” ujar Hendri. Atau mungkin tempat tidurnya bayi Umang?
Selain itu, terdapat juga ukiran-ukiran serupa tulisan Arab di dalam gua di bagian atas pintu. Menurut Tolen, mungkin saja itu tulisan Karo, karena jika dilihat dari bentuknya, tulisan Karo hampir mirip dengan bentuk tulisan Arab. Namun tidak jelas juga kepastiannya karena di beberapa bagian dinding dalam gua juga banyak coretan-coretan manusia yang iseng mengukir namanya di sana. Rusaklah sudah!
Namun yang paling perlu diperhatikan di sini adalah kondisi Gua Kemang. Cukup memprihatinkan, mengingat gua ini pernah dijadikan sebagai salah satu situs budaya di Sumatera Utara. Jika pemerintah sekarang tak mengindahkan ini, bisa saja Gua Kemang benar-benar akan hilang untuk selamanya.