Isolasi sosial meningkatkan risiko itu hingga 30 persen, kira-kira setara dengan pengaruh faktor-faktor risiko kecemasan dan stres di pekerjaan, demikian yang terungkap dari penelitian di Inggris ini.
Dikutip dari laman Health pada Rabu (20/4/2016), “Mengatasi kesepian dan pengucilan sosial dapat berperan penting dalam pencegahan dua penyebab utama penyakit penyebab kematian di seluruh dunia,” kata Nicole Valtorta, salah seorang peneliti di jurusan ilmu kesehatan University of York.
“Kita menganggap lazim faktor-faktor risiko seperti obesitas dan ketidakaktifan fisik, tapi masih belum biasa dengan isolasi sosial dan kesepian. Data dari penelitian kami menguatkan agar kita menganggapnya secara serius.”
Namun demikian, analisis di sini tidak bisa membuktikan, kesepian dan isolasi sosial menyebabkan masalah-masalah jantung dan stroke, hanya menjelaskan adanya suatu hubungan, imbuhnya lagi.
“Namun demikian, jika temuan penelitian ini dilihat menurut konteksnya, temuan kami sebanding ukurannya dengan dampak oleh faktor-faktor risiko psikososial lainnya seperti kecemasan dan kelelahan pekerjaan. Upaya untuk mencegah penyakit jantung dan stroke terbantu ketika menyertakan faktor-faktor isolasi sosial dan kesepian,” kata Valtora lagi.
Laporan penelitian ini sudah diterbitkan dalam jurnal Heart edisi 19 April.
Untuk keperluan penelitian, Valtorta dan rekan-rekannya menelaah data dari 23 penelitian terbitan terdahulu yang secara keseluruhan mencakup 180.000 orang dewasa. Lebih dari 4600 orang di antaranya pernah mendapat serangan jantung, angina, atau meninggal karenanya. Lebih dari 3000 orang dalam penelitian pernah mendapat stroke.
Kumpulan data menunjukkan bahwa kesepian dan isolasi sosial berkaitan dengan peningkatan 29 persen pada risiko serangan jantung ataupun serangan angina dan peningkatan 32 persen pada risiko terkena stroke.
Dalam penelitian terdahulu, kesepian telah dikaitkan dengan melemahnya sistem kekebalan, tekanan darah tinggi, dan kematian dini, demikian dijelaskan oleh para peneliti.
Temuan ini menengarai bahwa kesepian dan isolasi sosial perlu dipandang lebih serius oleh para pihak dalam dunia kedokteran, mulai dari kalangan pendidikan kedokteran, hingga pada panduan dan pemeliharaan kesehatan, kata Julianne Holt-Lunstad. Ia adalah seorang dosen muda psikologi dan ilmu syaraf di Brigham Young University, sekaligus sebagai salah seorang penulis editorial yang menyertai jurnal tersebut.
Mengajak orang kesepian dan terasingkan untuk melakukan interaksi dengan orang lain tidaklah mudah, katanya. Menurutnya, menghubungkan orang melalui internet, di Facebook, atau media sosial mungkin merupakan gagasan yang bagus.
“Namun demikian, ada sejumlah penelitian terdahulu yang menyatakan, interaksi ini tidak memiliki manfaat yang sama seperti halnya kontak nyata orang-ke-orang, tapi masih terlalu dini untuk menyimpulkan,” katanya.
Ada sejumlah bukti yang cukup bahwa kontak secara teratur dalam hubungan yang positif dan mendukung memang bermanfaat. Mutu hubungan memang penting, kata Holt-Lundstad. “Meluangkan waktu untuk menjaga dan memelihara hubungan yang sudah ada merupakan awal yang bagus,” katanya.
Perasaan kesepian dapat memberi pengaruh langsung kepada proses jasmaniah yang relevan dengan kesehatan dan, khususnya, terhadap jantung, kata Holt-Lunstad.
“Misalnya, hal itu dapat meningkatkan tekanan darah dan menambah inflamasi. Dua-duanya kemudian dapat meningkatkan risiko arterosklerosis (pengerasan arteri) dan serangan jantung,” katanya.
Terhubung secara sosial juga secara tidak langsung dapat mempengaruhi kesehatan melalui anjuran perilaku sehat dan kepatuhan kepada perawatan medis, misalnya aturan minum obat dan saling mengingatkan tentang kunjungan dokter, kata Holt-Lunstad.
“Dampak hubungan sosial pada risiko penyakit jantung dan kematian diduga setara, dan seringkali lebih besar, daripada faktor-faktor lain semisal merokok, obesitas, tekanan darah tinggi, dan mutu udara. Karena itu kita harus mulai menganggap lebih serius hubungan sosial demi kesehatan kita,” imbuhnya.