SENTOSA88 - Sejarah tentang batu jenis “ Jasper “ ini menurut beberapa cerita dari masyarakat asli Purbalingga pertama kali ditemuka oleh Salah Seorang kakek yang sekarang sudah almarhum. Nama kakek tersebut adalah Mbah Wir, dilahirkan di kota Wonosobo Jawa Tengah. Dalam bahasa Purbalingga batu jenis Jasper ini disebut “Nogo Sui“. Awal mulanya batu berwarna hijau tua dengan bercak merah darah ini dikenal dengan nama beras merah oleh penduduk setempat.
Batu Nogo Sui memang banyak ditemukan di sepanjang aliran sungai Gintung dan sungai Kerawang, dua sungai ini bermuara di sungai Klawing. Oleh sebagian besar orang menyebutnya dengan batu Klawing. Lokasi sungai Klawing tidak jauh dari kota Purbalingga, hanya berjarak 30 menit perjalanan darat, sehinnga untuk menuju ke lokasi sangat dekat dan mudah.
Kegiatan yang dilakukan di sungai ini bermacam-macam, ada buat travelling, arung jeram dan olah raga air yang lain,sehingga sebagai tempat penghasil batu juga tempat berwisata. “Nogo Sui” dalam pengertian jawa adalah Naga Tua, hal ini berkaitan dengan legenda di kawasan gunung Slamet, karena dalam lembah yang terjal di gunung tersebut ditemukan gua yang berwujud seperti naga. Jenis batu Jasper ini sebenarnya banyak didapat dihampir seluruh wilayah Indonesia bahkan negara-negara lain di dunia. Namun ada yang unik dan berciri khas tentang batu “Nogo Sui“.
Negara India misalnya disana juga menghasilkan batu jenis Jasper ini, dan secara kasat mata hampir punya kesamaan dengan yang ada di Indonesia. Batu jenis Jasper memang punya kelebihan akan warna dan seperti berpola gambar. Biasanya ornamen warna yang ada pada batu Jasper sangat berfariasi. Motif yang di lihat secara visual sangat menarik dan beraneka ragam. Batu “Nogo Sui” yang dipercaya punya hubungan dengan cerita masa lalu ini juga banyak dicintai orang-orang luar negeri.
Untuk mengapresiasikannya menjadi berbagai bentuk perhiasan. Karena secara material batu “Nogo Sui” bahannya bisa berukuran besar sehingga membentuk perhiasan seperti cincin, liontin, gesper kalung dan berbagai seni kerajinan lain pun bisa, boleh dibilang sangat leluasa mengolah batu “Nogo Sui“ ini. Dengan potensi yang dimiliki diharapkan batu asal kabupaten Purbalingga ini bisa diterima pasar dan para pecinta batu Akik Indonesia. Dari segi warna yang dimiliki batu “Nogo Sui“ ini sangat berfariasi dan kaya akan warna, walau secara visual ornamen yang diperlihatkan tidak begitu tegas pola gambarnya namun dari segi keindahan warna dapat didapat dan itulah hal yang istimewa dari batu asal sungai Klawing yang tersohor.
Secara ilmiah batu yang yang bisa disebut Blood Stone ini mempunyai kandungan Heliotrope yang merupakan Chalcedony dengan mineral Cryptocrisatlline antara kuarsa dan mooclynic polymorph moganite. Blood stone terkenal dengan Chalcedony hijau yang memiliki inklusi iron oxide jasper merah, jadi kesimpulan dari batu “Nogo Sui“ merupakan gabungan chalcedony hijau dengan jasper merah, namun inklusi yang di hasilkan tidakselalu berwarna merah bisa kekuningan dan orange. Untuk perbandingan kualitas bagusnya prosentase 60 % untuk warna hijau dan 40 % untuk inklusi merahnya.
Kalau kemulusan dan kerataan warnanya bisa membias itu termasuk kualitas bagus, akan tetapi bila warnanya terlalu tua dan cenderung gelap dan tidak memantulkan cahaya itu termasuk kualitas rendah dan hal itu berpengaruh dengan nilai jual. Kualitas bagus tentunya mempunyai harga yang tinggi, sementara kualitas yang biasa harganya standart. Begitulah fenomena dari pada batu “Nogo Sui” dari Sungai “Klawing” Purbalingga yang penuh akan pesona. Pak Sujatmiko adalah yang pertama meneliti batuan mulia di sungai yang alirannya bermuara ke Sungai Serayu itu.
Dosen tamu di Departemen Geologi ITB dari Universitas Soedirman, Purwokerto, ini pula yang pada Januari lalu menemukan batu panca warna. Jenis batuan kalsedon hijau ini jauh lebih mulia lagi ketimbang jasper karena polesannya yang sekualitas cermin dan bisa ditembus cahaya. Jika batu itu dipecah, akan tampak bercakbercak seperti tetesan atau cipratan darah. Lebih ke dalam lagi, bercak-bercak itu menyatu bagai awan kumulus dengan corak memikat dan warna beragam, antara lain cokelat, kuning, merah, hijau, biru, dan putih. Mengaku sudah 17 tahun mendengar ada batu mulia di Klawing, Sujatmiko baru menelitinya secara langsung sejak Januari lalu dan langsung menemuan panca warna). “Awalnya saya tidak percaya ada batu jasper darah Kristus di sini,” katanya.
Informasiawal keberadaan batu itu didapat dari turis Prancis yang mendatanginya. “Ia mencari batu berwarna hijau dengan bercak merah yang dia sebut heliotrope,” kata Sujatmiko Dari cerita si turis, batu tersebut akan dipakai untuk bahan batu cincin dengan ukiran cap kebangsawanan di atasnya. Ayahnyapernah mendapatkan batu tersebut di Jakarta seusai Perang Dunia II dan kini keturunannya menginginkan cincin sejenis. “Waktu itu saya tak punya batu yang dicari,” kata Sujatmiko.
Le Sang Du Christ atau batu darah Kristus juga disebut heliotrope karena sejarah memang pernah mencatat kegunaannya sebagai alat untuk mengamati gerakan matahari. Heliotrope diambil dari bahasa Yunani, helios berarti matahari dan tropos sama dengan berputar. Tapi warga setempat di Purbalingga lebih mengenalnya sebagai batu nogo suwi. Ada kepercayaan, mereka yang memakai batu ini memiliki kekuatan magis karena batu disebutkan bisa menstimulasi kekuatan fisik, ketabahan, dan keseimbangan. Corak batuan jasper sebenarnya sangat beragam.
Selain dihiasi bercak-bercak merah, ada yang berlapis merah yang sangat kontras, hijau terang, cokelat, kuning, kelabu, dan hitam. Yang paling umum adalah hijau dan merah darah itu. Secara ilmiah, Tjipto menjelaskan, warna-warna hijau dan merah itu berasal dari ekspresi oksida besi yang terkandung dalam batu. “Jenis batuan ini terbentuk pada zaman miosen atas, sekitar 5-10 juta tahun yang lalu,” sang geolog menjelaskan. Sujatmiko menegaskan bahwa jasper, dan karenanya batu darah Kristus atau heliotrope atau nogo suwi atau apa pun namanya, tergolong batu berkualitas tinggi di jagat batu mulia.
Mineral silika yang tak tembus cahaya namun permukaan pecahannya sangat halus ini sudah sejak ribuan tahun lalu digunakan sebagai ornamen maupun batu permata. Tingkat kekerasannya menjulang mencapai 7-7,5 dalam skala mohs. Sebagai pembanding, intan sebagai batu mulia paling mahal mempunyai kekerasan 10 dalam skala yang sama. Batu yang berada di sungai lereng gunung Slamet, rata-rata mempunyai kekerasan cukup tinggi sehingga masyarakat di pesisir Sungai Klawing (Purbalingga-Jateng) menyebutnya dengan Watu Geni (Batu Api-red). Karena jika dua batu saling dipukulkan, akan mengeluarkan percikan api.
Begitu juga dengan batu NOGOSUI. Batu NOGOSUI yaitu batu jasper yang mempunyai warna dasar hijau dengan bercak-bercak merah seperti darah. Di dunia Internasional di sebut dengan nama Bloodstone (Heliotrope). Konon Bangsawan Perancis menyebutnya dengan nama “Le Sang Du Christ” atau Batu Darah Kristus. Dikarenakan batu ini mirip dengan batu yang terkena percikan/tetesan darah Kristus saat beliau di salib.
Karakter batu NOGOSUI bermacam-macam, ada yang warna merahnya ngeblok-ngeblok (merah totol), merah membentuk garis, merah menyebar dan ada juga yang warna merahnya bercampur dengan warna kuning, tentunnya warna hijau sebagai warna dasar batu tersebut. Batu NOGOSUI yang mempunyai harga cukup tinggi adalah yang warna hijau bercak warna merah.